Kamis, 27 Oktober 2011
Hati-hati Kelelahan Mata di Depan Komputer
Apakah Anda bekerja di depan komputer lebih dari dua jam sehari? Apakah mata Anda terasa lelah setelah menggunakan komputer? Hati-hati, mungkin Anda terkena ”computer vision syndrome”, yaitu keluhan mata dan penglihatan akibat bekerja menggunakan komputer.
tulah pesan yang disampaikan oleh Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, terhadap para pengguna komputer. Menurut data indikator teknologi informasi dan komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2010, pengguna internet di Indonesia tercatat 45 juta orang.
Indonesia juga menempati peringkat kedua dunia pengguna Facebook, yakni sekitar 32 juta orang. Bagi yang menggunakan komputer selama berjam-jam, mereka berisiko terkena computer vision syndrome (CVS). Gejala CVS antara lain iritasi, yakni mata merah, berair, atau terasa kering. Kemudian, kelelahan mata, yakni mata terasa letih, kelopak mata atau dahi terasa berat. Selain sulit fokus, biasanya gejala ini juga diikuti dengan sakit kepala.
CVS disebabkan oleh frekuensi berkedip yang menurun akibat menggunakan komputer dalam waktu lama, sementara posisi komputer serta pengaturan cahaya salah.
Ada beberapa cara mengatasinya, misalnya selama menggunakan komputer, istirahatlah 10 menit setiap jam.
Kemudian, alihkan pandangan dari monitor setiap 15 menit dengan melihat obyek yang jauh kira-kira 10 detik. Atau, lakukan variasi kegiatan untuk menghindari melihat layar komputer terus-menerus, misalnya sesekali berdiri, menelepon, atau bicara dengan rekan-rekan kerja.
Lalu, atur pencahayaan ruangan agar jangan terlalu terang dengan memasang tirai pada jendela. Gunakan lampu pijar yang tidak terlalu terang atau lampu meja. Hindari pantulan sinar pada layar komputer, bisa juga memasang filter pada layar komputer.
Ketika bekerja menggunakan komputer, usahakan posisi duduk Anda nyaman dan rileks. Gunakan kursi yang dapat diatur posisinya dan disertai sandaran. Sebaiknya duduk tegak (90 derajat) dengan posisi keyboard sedikit lebih rendah daripada siku dan lengan (100 derajat).
Layar komputer sebaiknya berjarak 50-75 sentimeter dari mata atau lebih jauh daripada jarak baca. Posisi layar diatur sedemikain rupa, sedikit miring ke belakang 5-20 derajat dari posisi tegak. Bagian atas layar sejajar atau sedikit lebih rendah dari ketinggian horizontal mata.
Mitos dan fakta
Direktur Medik dan Keperawatan Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, dr Iwan Sovani SpM(K) MKes MM memaparkan betapa penting penglihatan karena 80 persen jalur komunikasi manusia dimulai dari mata. Kalau terhenti, terhentilah semua jalur komunikasi, dan hal itu akan sangat mengganggu aktivitas kehidupan.
Dari sisi produktivitas, gangguan penglihatan ini akan berakibat sangat fatal. Pasalnya, jika seseorang menderita kebutaan, seorang produktif harus membantu penderita itu. Namun, selama ini, masyarakat tidak terlalu memperhatikan kesehatan mata karena masih terbelenggu oleh mitos.
Misalnya, kelainan kacamata plus hanya terjadi pada orang tua. Secara fakta, itu tidak benar. Kelainan kacamata plus tidak hanya terjadi pada orang tua, tetapi dapat juga diderita anak-anak atau dewasa muda.
Menurut Iwan, ada dua jenis kelainan yang harus diberi kacamata plus, yaitu kelainan presbiopia dan hipermetropia. Presbiopia (mata tua) biasanya terjadi memasuki usia 40 tahun, ketika fungsi penglihatan dekat mulai menurun. Pada kondisi ini terjadi kesulitan membaca dekat dan melakukan pekerjaan dekat lain.
Penderita yang mulai mengalami presbiopia harus menjauhkan jarak jika membaca dan akan kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum. Kacamata plus yang dibutuhkan hanya untuk tujuan membaca dekat atau melakukan aktivitas dekat. Kalau melihat jauh, biasanya tidak dibutuhkan kacamata.
Hipermetropia adalah kelainan refraksi yang ditandai dengan kesulitan melihat jauh dan dekat. Kasus ini sering ditemukan pada masa kanak-kanak atau pada bayi dan anak yang telah dilakukan operasi katarak sebelum penanaman lensa mata. Kelainan ini tidak dibatasi oleh umur dan bukan kelainan akibat proses penuaan.
Katarak
Katarak yang memiliki porsi terbesar (70 persen) penyebab kebutaan di Indonesia juga diliputi mitos. Selama ini, sebagian besar masyarakat beranggapan, katarak hanya diderita para orang tua. Faktanya, itu tidak benar.
Katarak dapat terjadi pada bayi baru lahir. Katarak kongenital biasa terjadi karena proses infeksi selama di kandungan, seperti infeksi TORCH pada ibu hamil.
Katarak juga terjadi pada dewasa muda (katarak persenil) dan orang tua (katarak senilis).
Penyebab katarak bisa berupa faktor infeksi, keturunan (genetik), trauma (kecelakaan, seperti terbentur/tertusuk), atau proses degenerasi (penuaan).
Selama ini ada kesan masyarakat melakukan pembiaran terhadap penderita katarak karena beranggapan bahwa katarak dapat disembuhkan tanpa operasi.
Anggapan itu tentu saja tidak benar. Katarak adalah kekeruhan lensa mata sehingga menghalangi masuknya cahaya pada retina dan dapat mengakibatkan turunnya penglihatan sangat tajam.
Kekeruhan pada lensa mata tidak dapat dihilangkan, kecuali dioperasi. Operasi bertujuan mengeluarkan kekeruhan pada lensa mata sehingga diharapkan cahaya dapat kembali masuk ke dalam mata. Dengan begitu, penglihatan jadi jelas kembali.
Situasi itu diperparah oleh persepsi keliru lain, yakni operasi harus ditunda sampai dengan katarak menjadi matang. Mitos ini juga tidak benar. Dengan kemajuan teknik bedah katarak modern yang sangat pesat, katarak dapat dioperasi tanpa harus menunggu matang.
Saat katarak telah memengaruhi dan mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti penglihatan tidak cukup jelas untuk melakukan hal-hal yang harus atau diinginkan, hal tersebut sudah menjadi alasan yang cukup bagi penderita untuk mempertimbangkan operasi katarak.
Berdasarkan kunjungan ke Rumah Sakit Mata Cicendo yang merupakan Pusat Mata Nasional, penderita infeksi mata merupakan yang tertinggi dari sepuluh besar penyakit penyebab gangguan penglihatan atau kebutaan. Tahun 2010 tercatat 24.993 penderita infeksi mata yang berobat ke Cicendo.
Urutan kedua adalah pasien refraksi (kacamata) yang tercatat 18.458 orang. Selanjutnya adalah pasien anak-anak (12.786 orang), katarak (12.240 orang), retina (10.107 orang), dan glaukoma (10.000 pasien). Sementara pasien dengan penyebab lain di bawah 10.000 orang per tahun. (Dedi Muhtadi)
Sumber: Kompas.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar